Sabtu, 30 Maret 2013

Perubahan Berat Badan ibu postpartum


Faktor Determinan Perubahan Berat Badan ibu Postpartum 
A.   Latar Belakang Masalah
            Perubahan berat badan pada  ibu postpartum merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan menetapnya kelebihan berat badan pada ibu setelah melahirkan, karena pada priode kehamilan terjadi penambahan berat badan yang kemudian akan berkurang setelah bayi dilahirkan, namun pada beberapa ibu kelebihan berat badan saat kehamilan  tersebut menetap sehingga  dapat menyebabkan terjadinya obesitas. 
              Meningkatnya berat badan yang terjadi setelah melahirkan  juga dapat disebabkan oleh kelebihan gizi, karena pada saat seorang ibu diketahui hamil, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan lebih dari biasanya namun pada beberapa ibu konsumsi makanan tersebut sangat berlebihan dari yang dibutuhkan ibu dan janinnya, hal ini menjadi wajar karena ibu merasa perlu menjaga kehamilannya dan melahirkan bayi yang sehat, sehingga pada beberapa ibu kelebihan berat badan ini tidak menjadi masalah karena mereka beranggapan bayi dalam kandungannya akan sehat jika berat badannya terus bertambah karena tidak adanya pengetahuan mengenai penambahan berat badan yang normal bagi ibu hamil.
Menurut Lowdermilk (2004), pertambahan bobot normal selama kehamilan sangat dipengaruhi berat badan sebelum hamil yang akan mempengaruhi berapa banyak berat badan yang akan bertambah, untuk wanita yang terlalu ringan 12,70 kg sampai 18,14 kg, wanita dalam kondisi sehat kebutuhan berat badan normal dapat bertambah 11,33 kg sampai 15,87 kg, dan wanita yang kelebihan berat badan kebutuhan untuk bertambah 6,80 kg sampai 8,16 kg. Secara normal wanita hamil berat badannya akan meningkat 0,90 kg sampai 1,81 kg selama tiga bulan pertama kehamilan dan 0,45 kg setiap minggu setelah itu melalui diet yang sehat sesuai dengan pyramid makanan.
Evaluasi dan pemantauan berat badan ibu perlu dilakukan oleh ibu selama masa kehamilan dan selama masa persalinan hal ini penting untuk mengetahui perubahan berat badan dan besaran kalori yang sesuai dengan kebutuhan. Berat badan sebelum hamil sangat penting dalam evaluasi dan pemantaun ini, karena menentukan apakah perubahan yang terjadi setelah persalinan merupakan penurunan atau justru peningkatan berat badan ibu.
Kepentingan mendasar dari penelitian tentang pengaruh berat badan ibu postpartum ini didasarkan pada konsekwensi yang akan terjadi berupa peningkatan berat badan ibu yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya obesitas yang kemudian memicu munculnya penyakit-penyakit degeratif seperti Diabetes Militus, hipertensi, kardiovaskuler., Barbara Abrams, 2005 Kurniali, Abikusno,2007.
Farmingham study (2007) melaporkan risiko terjadinya hipertensi sebesar 65% pada wanita dan 78% pada laki-laki berhubungan langsung dengan obesitas dan kelebihan berat badan. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik.
Berdasarkan estimasi WHO, faktor obesitas dan kurangnya aktifitas fisik menyumbang 30% resiko terjadi kanker. Berdasarkan penelitian terdapat hubungan antara kanker dengan berat badan berlebih, diet tidak sehat, dan kurang aktifitas fisik. Dalam 10 tahun terakhir angka prevalensi obesitas diseluruh dunia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Saat ini 1,6 milyar orang dewasa diseluruh dunia mengalami berat badan lebih (overweight) dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015 diperkirakan 2,3 milyar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta diantaranya mengalami obesitas.
Prevalensi overweight  dan obesitas meningkat sangat tajam di Kawasan Asia Pasifik, sebagai contoh 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% tergolong obesitas. Di Thailand 16% penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obesitas. Didaerah perkotaan Cina prevalensi overweight adalah 12% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang didaerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3% dan 9,8% .,Katie et al (2010). Di Inggris jumlah wanita yang mengalami obesitas paling banyak dibandingkan negara lain di Eropa, menurut data Uni Eropa data perwakilan Eurostat yang meneliti di 19 negara menemukan hampir seperempat perempuan Inggris atau 23,9% tercatat mengalami obesitas pada tahun 2008-2009, sementara laki-laki mengalami obesitas mencapai 22% ., James P (2009).
Lancet (2004) dalam Appropriate bodymass index for Asian population and its implication for policy and intervention strategis melaporkan WHO merekomendasikan Body Mass Index (BMI) untuk menentukan kelebihan berat badan dalam populasi Asia memiliki asosiasi yang berbeda antara BMI persen dari berat badan dan resiko kesehatan dibandingkan dengan di Eropa. Prevalensi obesitas meningkat di setiap negara, sebagai contoh, di Amerika Serikat prevalensi meningkat dari 12% pada tahun 2000 menjadi 17,8% pada tahun 2004.
            Penelitian Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) mendapatkan angka prevalensi obesitas pada wanita (11,02%) lebih besar daripada pria (9,16%). Obesitas meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin, dan pada semua kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan.
Di Indonesia prevalensi obesitas menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah 10,3% terdiri dari laki-laki 13,9% dan perempuan 23,8%. Prevalensi obesitas sentral tertinggi terdapat di Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta yaitu berturut-turut 31,5%, 29%, dan 27,9% (Balitbangkes Depkes 2008). Di rumah Sakit Salewangan Kabupaten Maros pada bulan Juni – Desember 2011 terdapat 828 jumlah persalinan akan tetapi data tentang jumlah obesitas pada ibu postpartum belum bisa didapatkan.
WHO melansir persentase kegemukan di Indonesia pada tahun 2010 tercatat 32,9% atau sekitar 78,2 juta penduduk dengan kondisi kegemukan. Persentase ini menjadi lebih besar dibandingkan dengan data WHO pada tahun 2008 yang 9,4%. Dengan peningkatan jumlah penduduk yang mengalami obesitas ini ikut mendorong peningkatan faktor resiko penyakit kronis.
Penelitian tentang dampak berat badan ibu postpartum terhadap obesitas di Indonesia belum banyak dilaporkan, namun adanya kelebihan berat badan yang menetap pada ibu postpartum dapat berakhir dengan kematian ibu. Berdasarkan profil kesehatan RI., (2011) memperlihatkan angka kematian maternal di Indonesia sebesar 240 per 100.000 kelahiran hidup.
Masalah kelebihan berat badan menjadi perhatian karena dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri pada ibu juga dapat menjadi penyebab timbulnya resiko penyakit seperti resiko diabetes, kardivaskuler, hipertensi obesitas, gangguan pencernaan dan dapat menganggu produktivitas kerja untuk itu diperlukan pemantauan secara berkesinambungan melalui mempertahankan berat badan ideal atau berat badan normal setelah melahirkan.
Dari hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada wanita lebih besar (11,2%),  daripada pria, di Amerika (17,8%), Cina 14,4%, Inggris (23,9%) Indonesia (32,9%), termasuk juga obesitas sebagai akibat dari ibu yang memiliki berat badan yang menetap setelah melahirkan yang akhirnya dapat memicu munculnya penyakit-penyakit kronis yang dapat meningkatkan kematian pada ibu.
Menurut Ellen Althuizen, Mirelle NM, Jeanne H de Vires (2011), pada saat kehamilan sampai satu tahun setelah melahirkan berat badan ibu dapat bertambah rata-rata 0,5 kg- 5 kg. Pada sekitar 12 – 25% berat badannya dapat menetap sampai 5 kg atau lebih setelah melahirkan, hal inilah yang menyebakan terjadinya obesitas pada ibu postpartum.
Dari uraian tersebut diatas telah diidentifikasi berbagai hal yang dapat mengakibatkan menetapnya berat badan pada ibu postpartum yang dapat mengakibatkan terjadinya obesitas melalui textbook maupun jurnal sebagai berikut :
Ellen Althuizen, Mireille NM van Poppel, dan Jeanne H de Vries (2011) dalam penelitiannya Postpartum behaviour as predictor of weight change from before pregnancy to one year postpartum melaporkan bahwa kondisi kelebihan berat badan yang menetap pada ibu postpartum berhubungan dengan prilaku ibu setelah melahirkan, seperti kurangnya aktifitas fisik antara lain jam tidur yang bertambah, asupan makanan yang berlebih, sehingga energy yang masuk dengan yang keluar tidak seimbang hal ini menyebabkan pertambahan berat badan ibu saat kehamilan menjadi sulit untuk kembali ke berat badan semula.
            Huang, Tzu Ting, Fong Tai (2008), dalam penelitiannya Weight retention Predictors for Taiwanise Women at six month postpartum, melaporkan bahwa kondisi kelebihan berat badan meningkat antar 18,27% sebelum hamil menjadi 27,57% pada 6 bulan setelah kelahiran bayi. Identifikasi studi ini mencakup peningkatan berat badan gestational (GWG), gambaran kepuasan badan yang dirasa, dan berat badan sebelum melahirkan menjelaskan 34,5% mengalami penurunan berat badan post partum dengan mengenali faktor-faktor penentu untuk kebutuhan akan intervensi manajemen berat badan selama kehamilan sampai 6 bulan postpartum sehingga dapat mengurangi kelebihan berat dan timbulnya penyakit akibat kelebihan berat badan.
Dari hasil penelitian Rinedla Patmawati (2011)  mendapatkan bahwa ibu yang menyusui penuh anaknya akan mengalami retensi berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang menyusui anaknya secara parsial, disamping itu adanya retensi berat badan bagi ibu postpartum juga dipengaruhi oleh aktifitas fisik, kenaikan berat badan saat hamil dan asupan makanan. Menyusui dapat mengurangi retensi berat badan postpartum sebesar 2,57 kg. Menyusui setelah dikontrol asupan makanan, kenaikan berat badan saat hamil, dan aktifitas fisik menunjukkan hubungan yang bermakna dan dapat mengurangi retensi berat badan postpartum sebesar 2,26 (p = 0,000).
            Bakat kelebihan berat badan menurut penelitian Walker, Sterling, Timmerman (2008), dalam penelitian Retension of pregnancy related weigth in the early post partum priode: Implication for women’s health services, melaporkan bahwa dengan menguji proporsi berat badan ibu postpartum didapat hasil ibu akan mempertahankan berat badan 3-7 kg dari kenaikan berat badan selama kehamilan dalam 6 minggu pertama postpartum.  Pertambahan berat badan gestasional sangat signifikan dimana ibu yang peka terhadap kelebihan berat badan dan pertambahan berat badan sangat memerlukan pelayanan kesehatan untuk membantu mengurangi berat badannya setelah 6 minggu postpartum.
Pola makan yang tidak tidak tepat saat kehamilan dan setelah melahirkan dapat menimbulkan masalah overweightI dan obesitas bagi ibu postpartum. Wanita di Amerika Serikat memiliki pola makan yang lebih baik dibandingkan dengan wanita Asia, golongan kulit putih mampu menurunkan berat badannya setelah melahirkan dengan lebih baik dibandingkan golongan kulit hitam, dari hasil penelitian 20% wanita postpartum mengalami penurunan berat badan 5 kg atau lebih, diperoleh hasil yang sama untuk negara Amerika Serikat dan Eropa bahwa antara 13% dan 20% dengan penurunan berat badan sampai 5 kg atau lebih, hal ini dipengaruhi karena adanya perbedaan budaya diantara mereka (Barbara Abrams, 2005).
Penelitian Grace Carol (2010), menjelaskan bahwa penurunan berat badan ibu postpartum ≥ 5 kg sebanyak 43%, dimana pemberian ASI ekslusif dan istirahat berhubungan dengan penurunan berat badan ibu postpartum, dengan p-value 0,000 dengan OR 28,244.
                                        

Selasa, 13 Maret 2012

METODE PANTANG BERKALA


Pengertian
Metode kalender atau pantang berkala adalah cara/metode kontrasepsi sederhana yang dilakukan oleh pasangan suami istri dengan tidak melakukan senggama atau hubungan seksual pada masa subur/ovulasi.

KONSEPSI


KONSEPSI
Konsepsi ialah pertemuan inti spermatozoa dengan inti ovum. Proses konsepsi dapat berlangsung sebagai berikut :
a.       Spermatozoa ditumpahkan masuk melalui kanalis servikalis dengan kekuatan sendiri (menggunakan ekornya untuk bergerak maju) dan kemudian masuk ke cavum uteri, dalam kavum uteri terjadi proses kapasitasi yaitu pelepasan sebagian liproteinnya sehingga mampu mengadakan fertilisasi, selanjutnya mengadakan perjalanan ke tuba, tepatnya di pars ampularis tuba, disinilah sperma menunggu kedatangan ovum
b.       Jika terjadi ovulasi maka proses konsepsi akan berlangsung dimana Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi diliputi korona radiata yang mengandung persediaan nutrisi. Dengan gerak aktif tuba yang mempunyai umbai (fimbrie) maka ovum yang telah dilepaskan segera ditangkap oleh fimbrie tuba kemudiam masuk ke pars ampularis tuba.
c.       Spermatozoa akan mengelilingi ovum yang siap dibuahi serta mengikis korona radiata dan zona pellusida dengan proses enzimatik hialuronidase yaitu salah satu dari spermatozoon dapat menembus dinding sel telur (ovum)
d.       Setelah persenyawaan/pertemuan antara sel telur dan sel mani maka keduanya membentuk Zigot


HORMON DAN FUNGSINYA


Macam-Macam Hormon & Fungsinya
Dalam sistem Endokrin terdapat 2 kelenjar dari 8 kelenjar yang mempunyai peran menghasilkan hormon-hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi yaitu : 


1.  Kelenjar Hipofise
J Disebut juga kelenjar pituitari. Karena menghasilkan hormon pada bagian tubuh lainnya maka disebut juga “Master Gland”
J Terletak di dasar tengkorak, di dalam fossa hipofisis tulang sfenoid. Dengan berat kelenjar ± 0,5 gram dan bentuknya seperti kacang segilima.
J Terdiri atas 3 lobus yaitu : Lobus anterior dan Lobus posterior, dan diantara kedua lobus ialah Pars Intermedia (lobus intermedia)
J Lobus Anterior (adenohipofise); yaitu kelenjar hipofise yang menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja sebagai zat pengendali produksi sekresi dari semua organ endokrin lain. Hormon yang dihasilkan yang berhubungan dengan sistem reproduksi antara lain :
a.    Follicle stimulating hormon (FSH) : Hormon yang bekerja sama dengan LH untuk menyebabkan terjadinya sekresi estrogen dari folikek de graaf. Dalam jumlah besar folikel ini ditemukan pada urine wanita menopause. FSH mulai ditemukan pada gadis umur 11 tahun dan jumlahnya terus bertambah sampai dewasa. FSH akan berkurang pada peningkatan estrogen.
b.    Prolaktin (luteotropin/LTH) : Hormon yang berfungsi untuk memulai dan mempertahankan produksi progesterone dari corpus luteum dan memproduksi ASI. Ditemukan pada wanita yang mengalami menstruasi, terbanyak pada urine wanita hamil, pada masa laktasi dan post menopause.
c.    Hormon Gonadotropik (Hormon perangsang folikel yang berasal dari Folikel stimulating hormon;FSH) : Hormon yang merangsang perkembangan folikel de graaf di dalam ovarium dan pembentukan spermatozoa di dalam testis.
d.    Hormon Luteinizing (LH) atau disebut juga hormon Interstitial-Cell-Stimulating-hormon (ICSH) : Hormon yang mengendalikan sekresi estrogen dan progesterone di dalam ovarium dan testosteron di dalam testis. Bila estrogen dibentuk dalam jumlah cukup besar maka akan menyebabkan pengurangan produksi FSH sehingga produksi LH bertambah dan terjadilah ketidakseimbangan antara ratio FSH & LH yang menyebabkan terjadinya ovulasi.

J  Lobus Posterior( Neurohipofise ) yaitu salah satu kelenjar hipofise yang mengeluarkan 1 hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi yaitu : Hormon Oksitosin merupakan Hormon yang merangsang dan menguatkan kontraksi uterus sewaktu melahirkan dan mengeluarkan air susu sewaktu menyusui.

Nampaknya Hipofise-pun dirangsang dan diatur oleh  pusat yang lebih tinggi yaitu Hypothalamus yang menghasilkan Gonadotropin releasing factors yang fungsinya yaitu merangsang hipofise untuk melepaskan gonadotropin, dan juga fungsi hypothalamus yaitu mengeluarkan prolaktin inhibitory hormon (PIH) yang mengerem produksi prolaktin.

2.  kelenjar kelamin/kelenjar Gonad
J Kelenjar kelamin/gonad pada pria yaitu Testis sedangkan pada wanita yaitu Ovarium.
J Testis dan ovarium masing-masing menghasilkan hormon yang mengatur fungsi reproduksi manusia.
J Testis berbentuk oval (lonjong) dengan berat kira-kira 10-14 gr, panjangnya 4-5 cm dan lebar 2,5 cm. masing-masing testis terdiri dari lilitan tubulus seminiferus yang menghasilkan sperma.
J Diantara tubulus seminiferus terdapat sel-sel yang menghasilkan hormone kelamin yang disebut Interstitial Cells atau sel Leydig, sel-sel tersebut mengeluarkan hormone kelamin laki-laki (androgen) yaitu hormone testosterone yang berfungsi untuk perkembangan sifat seksual pria dan membentuk protein dari asam amino.
J Ovarium terdiri dari 2 buah, berbentuk memanjang dengan panjang kira-kira 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm dan tebalnya 0,6 – 1,5 cm. Letak ovarium pada bagian pelvic abdomen pada sisi uterus.
J Ovarium berfungsi sebagai penghasil ovum, hormone endokrin dari sel-sel folikel ovarium dan pengganti folikel korpus luteum. Hormon yang dihasilkan oleh ovarium diantaranya adalah :
a.    Estrogen : hormone yang dibentuk oleh folikel ovarium yang matang dan korpus luteum. Hormone ini bertanggung jawab dalam perkembangan sifat seks sekunder wanita (tumbuhnya buah dada, rambut kemaluan, dll ) dan untuk menghasilkan perubahan siklus dalam endometrium serta menambah kontraktilitas uterus.
Hormon ini dapat digunakan untuk mengatur haid, pengobatan menopause dan ada kalanya untuk memulai proses persalinan mis. Kalau anak mati dlm kandungan.
b.    Progesteron ; adalah hormone yang disekresi oleh korpus luteum sebagai respon terhadap sekresi Luteinizing hormone (LH). Pengaruh hormon ini terutama pada alat-alat reproduksi seperti uterus dan mamae
-       Pengaruh terhadap uterus : dapat mengurangi kontraktilitas uterus dan mengurangi pengaruh oksitosin.
-       Pengaruh terhadap mamae: menyebabkan pertumbuhan acini dan lobuli glandula mamae seperti yang dijumpai pada fase post ovulatoir dan selama kehamilan.